Beranda | Artikel
Derita Sesudah Mati
Sabtu, 20 Maret 2021

DERITA SESUDAH MATI

Oleh
Ustadz Ahmas Faiz bin Asifuddin

Ketika orang meninggal dunia, ia tidak lantas menempati peristirahatan terakhir. Ia hanya singgah untuk sementara waktu, meskipun persinggahan itu bisa lebih lama daripada ketika ia hidup di alam dunia. Itulah alam barzakh (alam kubur). Bahkan mungkin di sana, ia tidak sempat beristirahat sama sekali, meski hanya sekejap, sebab ia terus-menerus mendapatkan siksa.

Alam barzakh ini pasti dilalui oleh setiap insan, sebelum datangnya hari pengadilan besar yang siapapun tidak akan bisa lolos darinya. Hari ketika Allah datang untuk mengadili setiap manusia sesuai dengan yang pernah mereka kerjakan. Hari kiamat. Hari yang tidak pernah diharapkan kehadirannya oleh orang kafir, sebab mereka sudah mengetahui dan merasakan kedahsyatannya ketika mengalami siksa hebat di kuburnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menceritakan keadaan di alam kubur ini. Bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menceritakan tentang siksa yang ditimpakan kepada orang-orang muslim yang bermaksiat.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan siksa kubur yang di alami oleh dua orang. Yang satu disebabkan oleh namimah (menghasut dan adu domba). Sedangkan yang lain disebabkan oleh air kencing yang tidak bersih.

مَرَّ الَّنبِيُّ صلي الله عليه وسلم عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيْرٍ. ثُمَّ قَالَ : بَلَى، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى بِالنَّمِيْمَةِ، وَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَيَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ…الحـديث – متفق عليه

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan. beliau bersabda,”Sesungguhnya keduanya benar-benar sedang di azab. Dan keduanya tidak diazab dalam masalah besar,” kemudian beliau bersabda: “Ya. Adapun salah seorang di antara mereka, dikarenakan ia berjalan dengan menebarkan namimah (adu domba). Sedangkan yang satunya lagi karena tidak menjaga diri dari kencingnya….[1]

Suatu hari, setelah shalat subuh, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita kepada para sahabatnya tentang siksa dahsyat yang dialami di kuburnya, yaitu orang yang melalaikan shalat fardhu, orang yang suka berdusta, para pezina dan pemakan riba. Siksa itu terus menerus dialami hingga hari Kiamat. Wal-‘iyadzu billah.

Kisahnya dibawakan oleh Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu[2].  Ia berkata : Di antara yang sering dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya ialah : “Adakah seseorang di antara kalian melihat sesuatu dalam tidurnya?” Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan apa saja yang beliau lihat (dalam tidurnya) sebagaimana yang dikehendaki Allah. Pada suatu pagi (dalam riwayat lain : Seusai shalat Subuh), (HR Muslim), dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu, Syarh Nawawi (XV/36-37, no. 5896)  beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami :

إِنَّهُ أتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَإِنَّهُمَا ابْتَعَثَانِي، وَإِنَّهُمَا قَالاَ لِي: اِنْطَلِقْ. وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا. وَإِنَّا أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِصَخْرَةٍ، وَإِذَاهُوَ يَهْوِى بِالصَّخْرَةِ لِرَأْسِهِ فَيَثْلَغُ رَأْسَهُ، فَيَتَدَهْدَهُ الْحَجَرُ هَا هُنَا، فَيَتْبَعُ الْجَحَرَ فَيَأْخُذُهُ فَلاَ يَرْجِعُ إِلَيْهِ حَتَّى يَصِحَّ رَأْسُهُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلَ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ بِهِ الْمَرَّةَ الأُوْلَى. قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا : سُبْحَانَ الله، مَا هَذَانِ؟ قَالَ: قَالاَ لِي : اِنْطَلِقْ اِنْطَلِقْ.

Sesungguhnya malam tadi telah datang kepadaku dua malaikat. (Dalam mimpi) keduanya membangunkanku. Lalu keduanya berkata kepadaku: “Berangkatlah!” Lalu aku berangkat bersama keduanya. Kami mendatangi seseorang yang terbaring. Ternyata ada orang lain yang berdiri di atasnya sambil membawa sebongkah batu. Tiba-tiba orang ini menjatuhkan batu itu ke kepala orang yang terbaring tersebut hingga memecahkan kepalanya. Lalu batu itu menggelinding ke arah sini (ke arah orang yang menjatuhkan batu), maka iapun mengikuti batu itu lalu mengambilnya. Namun ia tidak segera kembali menjatuhkan batu itu ke kepala orang yang terbaring hingga kepala orang tersebut kembali utuh seperti sedia kala. (Ketika kepala orang itu kembali utuh) ia ulangi perbuatannya atas orang yang terbaring itu seperti pada kali pertama.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku bertanya kepada kedua Malaikat,’Subhanallah, Mengapa dua orang ini?’.” Keduanya berkata kepadaku : “Berangkat lagi, berangkat lagi!”

فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوِبٍ مِنْ حَدِيْدٍ، وَإِذَا هُوَ يَأْتِي أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمِنْخَرَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ. (قَالَ : وَرُبَّمَا قَالَ أبو رَجَاء: فَيَشُقُّ). قَالَ: ثُمَّ يَتَحَوَّلُ إِلَى الْجَانِبِ الآخَرِ فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ بالجَانِبِ الأَوَّلِ، فَمَا يَفْرُغُ مِنْ ذَلِكَ الْجَانِبِ حَتَّى يَصِحَّ ذَلِكَ الْجَانِبُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلَ مِثْلَ مَا فَعَلَ الْمَرَّةَ الأُوْلَى. قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا : سُبْحَانَ الله، مَا هَذَانِ؟ قَالَ: قَالاَ لِي : اِنْطَلِقْ اِنْطَلِقْ.

Kemudian kami berangkat lagi. Kami mendatangi orang yang terlentang pada tengkuknya. Ternyata ada orang lain yang berdiri di atasnya sambil membawa kait (yang terbuat) dari besi. Tiba-tiba ia datangi sebelah wajah orang yang terlentang itu, lalu ia robek (dengan kait besi tersebut) mulai dari sebelah mulutnya hingga tengkuknya, mulai dari lubang hidungnya hingga tengkuknya, dan mulai dari matanya hingga tengkuknya. (perawi berkata : Barangkali Abu Raja –salah seorang sanad hadits ini- mengungkapkannya dengan lafadz “yasyuqqu” (merobek), bukan dengan lafadz “yusyarsyiru”).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda: “Selanjutnya orang itu berpindah ke sebelah wajah lainnya dari orang yang terlentang tersebut dan melakukan seperti yang dilakukannya pada sisi wajah yang satunya. Belum selesai ia berbuat terhadap sisi wajah yang lain itu, sisi wajah pertama sudah sehat kembali seperti sedia kala. Maka ia mengulangi perbuatannya, ia lakukan seperti yang dilakukannya pada kali pertama.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku bertanya kepada kedua Malaikat yang menyertaiku itu,’ Subhanallah, mengapa dua orang ini?’.” Keduanya berkata kepadaku: “Berangkat lagi, berangkat lagi!”

فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلَى مِثْلِ الَّتنُّوْرِ، قَالَ : وَأَحْسِبُ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ : فَإِذَا فِيْهِ لَغَطٌ وَأَصْوَاتٌ. قَالَ: فَاطَّـلَعْـنَا فِيْهِ، فَإِذَا فِيْهِ رِجَالٌ وَنِسَاءٌ عُرَاةٌ، وَإِذَا هُمْ يَأْتِيْهِمْ لَهَبٌ مِنْ أَسْفَلَ مِنْهُمْ، فَإِذَا أَتَاهُمْ ذَلِكَ اللَّهَبُ ضَوْضَوْا. قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا : مَا هَؤُلاَءِ ؟ قَالَ : قَالاَ لِي : اِنْطَلِقْ اِنْطَلِقْ.

Kami berangkat lagi. Lalu kami mendatangi sesuatu yang (bentuknya) seperti tempat pembakaran. (perawi berkata : Saya memperkirakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Ternyata di dalamnya ada hiruk pikuk teriakan dan suara-suara.”). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka kami menjenguk ke dalamnya. Ternyata di dalamnya ada kaum laki-laki dan kaum perempuan yang semuanya bertelanjang bulat. Tiba-tiba mereka diterpa jilatan api yang datang dari sebelah bawah mereka. Ketika jilatan api itu datang menerpa, mereka berteriak-teriak.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku bertanya kepada kedua Malaikat yang menyertaiku,’Siapakah mereka itu?’.” Keduanya berkata kepadaku: “Berangkat lagi, berangkat lagi!”

قال: فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلَى نَهْرٍ حَسِبْتُ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: أَحْمَر مِثْلِ الدَّمِ. وَإِذَا فِى النَّهْرِ رَجُلٌ سَابِحٌ يَسْبَحُ ، وَإِذَا عَلَى شَطِّ النَّهْرِ رَجُلٌ قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ حِجَارَةً كَثِيْرَةً. وَإِذَا ذَلِكَ السَّابِحُ يَسْبَحُ مَا يَسْبَحَ، ثُمَّ يَأْتِي ذَلِكَ الَّذِى قَدْ جَمَعَ عِنْدَهُ الْحِجَارَةَ فَيَفْغَرُ لَهُ فَاهُ فَيُلْقِمَهُ حَجَرًا، فَيَنْطَلِقُ يَسْبَحُ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَيْهِ، كُلَّمَا رَجَعَ إِلَيْهِ فَغَرَ لَهُ فَاهُ فَأَلْقَمَهُ حَجَرًا. قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا : مَا هَذَانِ؟ قََالَ : قَالاَ لِي : اِنْطَلِقْ اِنْطَلِقْ

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi: “Maka kamipun berangkat. Lalu kami mendatangi sebuah sungai (perawi berkata: Aku memperkirakan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Berwarna merah seperti darah.”). Ternyata di sungai itu ada seseorang yang sedang berenang. Sementara di tepi sungai ada seseorang yang mengumpulkan batu-batu yang banyak. Tiba-tiba, ketika orang itu tengah berenang, ia datang (menepi) menuju orang yang mengumpulkan batu. Pengumpul batu itu membuka mulut orang yang tengah berenang lalu menjejalkan batu-batu itu ke mulutnya. Kemudian ia berenang kembali, lalu kembali lagi kepada pengumpul batu. Maka pengumpul batu itupun membuka mulut orang tersebut dan menjejalkan batu ke mulutnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku bertanya kepada kedua Malaikat yang menyertaiku,’Siapakah dua orang ini?’.” Keduanya berkata kepadaku: “Berangkat lagi, berangkat lagi…!” Dan seterusnya…sampai akhirnya …

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku berkata kepada kedua Malaikat. Malam ini aku benar-benar melihat hal-hal yang menakjubkan. Apa arti hal-hal yang aku lihat?’ Keduanya menjawab : Akan aku ceritakan kepadamu.

أَمِّا الرَّجُلُ الأَوَّلُ الَّذِى أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِالحَجَرِ فَإِنَّهُ الَّرجُلُ يَأْخُذُ بِالْقُرْآنِ (وفى رواية: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللهُ اْلقُرْآنَ) فَيَرْفُضُهُ وَيَنَامُ عَنِ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ (وفى رواية: يُفْعَلُ بِهِ إِلَى َيوْمِ الْقِيَامَةِ). وَ أَمِّا الرَّجُلُ الَّذِى أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمِنْخَرُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنُهُ إِلَى قَفَاهُ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُوْ مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكَذِبَةَ تَبْلُغُ الآفَاقَ (فى رواية : فَيَصْنَعُ بِهِ مَا رَأَيْتَ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ). وَأَمَّا الِّرجَاُل وَالنِّسَاءُ الْعُرَاةُ الَّذِيْنَ فِى مِثْلِ الَّتنُّوْرِ فَهُمُ الزُّنَاةُ وَالزَّوَانِي. وَ أَمِّا الرَّجُلُ الَّذِى أَتَيْتَ عَلَيْهِ يَسْبَحُ فِى النَّهْرِ وَ يُلْقَمُ الْحَجَرَ فَإِنَّهُ آكِلُ الرِّبَا…إلى آخر الحديث. أخرجه البخاري

Adapun orang pertama yang engkau datangi dan kepalanya dipecahkan dengan batu, ialah orang yang faham Al Qur’an, namun kemudian ia meninggalkan (ketentuan)nya dan tidur melalaikan shalat wajib. (dalam riwayat lain : Orang itu diperlakukan demikian hingga hari kiamat.)[3]

Sedangkan orang yang engkau datangi, disobek ujung mulut hingga tengkuknya, lobang hidung hinga tengkuknya dan mata hingga tengkuknya, ialah orang yang sejak pagi-pagi keluar rumahnya, lalu melakukan kedustaan-kedustaan hingga mencapai kaki-kaki langit. (dalam riwayat lain: Orang ini terus diperlakukan demikian seperti yang engkau lihat hingga hari kiamat)[4]

Sedangkan kaum laki-laki serta kaum wanita yang sama-sama telanjang bulat di suatu tempat yang mirip tempat pembakaran adalah para pezina.

Orang yang engkau datangi tengah berenang di suatu sungai sambil dijejali batu mulutnya adalah pemakan riba.

Orang yang yang sangat buruk rupa, berada di api yang ia kobarkan dan ia berkeliling di seputar api itu adalah Malaikat Malik, penjaga api Jahanam.

Sedangkan orang tinggi yang berada di dalam taman adalah Nabi Ibrahim Alaihissalam.

Adapun anak-anak yang ada di sekitar Ibrahim adalah setiap anak yang mati dalam keadaan fitrah. Sebagian kaum Muslimin berkata: “Wahai, Rasulullah. Apakah juga anak-anaknya orang-orang musyrik?” Beliau menjawab,”Ya, juga anak-anaknya orang-orang musyrik.”

Sedangkan orang-orang yang separoh fisiknya indah dan separohnya lagi buruk, ialah orang-orang yang mencampurkan amal shalih dengan amal jelek, tetapi Allah mengampuni kejelekan mereka. (dalam riwayat lain disebutkan bahwa dua malaikat yang menyertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Jibril dan Mikail)[5]

Demikianlah beberapa kisah tentang siksa kubur yang dialami sebagian ahli maksiat. Sangat mengerikan. Apalagi siksa kubur yang dialami orang-orang kafir serta munafik. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوْحِىَ إِلَىَّ وَلَمْ يُوحَى إِلَيْهِ شَىْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآأَنزَلَ اللهُ وَلَوْتَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلاَئِكَةُ بَاسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ ءَايَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang dhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan” [Al An’am/6 : 93]

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, dalam Fathul Bari membawakan riwayat Ath Thabrani dan Ibnu Abi Hatim, melalui jalan Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas menjelaskan makna ayat di atas: “Itu terjadi ketika seseorang sedang dalam kematian. Arti al basthu والملائكة باسطوا أيديهم ialah memukul. Para malaikat memukul wajah orang-orang itu dan memukul pantat-pantat mereka.”

Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan: “Hal ini, meskipun terjadi sebelum dikubur, namun ia termasuk azab yang terjadi sebelum hari Kiamat, kemudian dikaitkan dengan azab kubur. Sebab, umumnya azab semacam itu terjadi di alam kubur, dan juga orang-orang yang telah mati umumnya dikuburkan. Kalaulah tidak dikuburkan, maka orang kafir maupun orang maksiat yang dikehendaki Allah mendapat siksa, akan tetap disiksa meskipun belum dikuburkan. Tetapi makhluk lain tidak bisa melihat kejadian itu, kecuali yang dikehendaki Allah.”[6]

وَمِمَّنْ حَوْلَكُم مِّنَ اْلأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لاَتَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُم مَّرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ

Nanti Kami akan siksa mereka dua kali, kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar“. [At Taubah/9:101]

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah membawakan riwayat Ath Thabari, Ibnu Abi Hatim dan Ath Thabrani dalam Al Ausath, dari jalan As Sudi, dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas. Ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari Jum’at. Beliau bersabda :’Keluarlah engkau wahai Fulan. Sesungguhnya engkau adalah orang munafik’.” Kemudian menyebutkan haditsnya. Di dalamnya terdapat bunyi hadits (artinya): ‘Maka Allah membongkar kedok orang-orang munafik’. Inilah azab yang pertama. Adapun azab yang kedua ialah azab kubur[7].

وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوْءُ الْعَذَابِ. النَّارُ يُعْرَضُوْنَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا. وَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوْا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang. Dan pada hari terjadinya kiamat, dikatakan kepada malaikat: “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras“. [Ghafir/40 : 45-46]

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah membawakan keterangan, di antaranya dari Al Qurthubi yang mengatakan: Menurut jumhur (mayoritas ulama), dinampakkannya Neraka kepada Fir’aun dan kaumnya (pada ayat diatas, pen) ialah di alam barzakh. Ini merupakan bukti tentang penetapan adanya azab kubur.[8]

Imam Bukhari memaparkan ayat-ayat di atas sebagai bukti tentang adanya azab kubur. Beliau menjadikannya sebagai rangkaian judul bab[9].

Sementara itu dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu yang dibawakan oleh Qatadah pada penggalan kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَأَمَّا الْمُنَافِقُ وَالْكَافِرُ فَيُقَالُ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِي هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُوْلَ : لاَ أَدْرِى، كُنْتُ أَقُوْلُ مَا يَقُوْلُ النَّاسُ. فَيُقَالُ: لاَ دَرَيْتَ وَلاَ تَلَيْتَ. وَيُضْرَبُ بِمَطَارِقَ مِنْ حَدِيْدٍ ضَرْبَةً، فَيَصِيْحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيْهِ غَيْرَ الثَّقَلَيْنِ.

Adapun orang munafik dan kafir, akan ditanyakan kepadanya: “Apa yang engkau katakan tentang orang (yang diutus oleh Allah) ini?” Ia menjawab: “Tidak tahu. Dahulu aku pernah mengatakan apa yang dikatakan orang.” Maka dikatakanlah kepadanya: “Engkau tidak memahami apapun dan tidak membaca (mengikuti) Al Qur’an”. Orang itu kemudian dipukul keras dengan palu dari besi. Menjeritlah ia dengan satu jeritan yang didengar oleh semua yang berada di sekitarnya, kecuali jin dan manusia[10].

Dalam hadits Al Barra’ bin ‘Azib yang panjang, pada bagian kedua, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lain-lain[11] disebutkan tentang didatangkannya panas dan racun api neraka kepada orang ini. Disamping itu, kuburnya juga disempitkan hingga menghimpit dan meremuk- redamkan tulang-belulangnya. Lalu amal perbuatan buruknya datang kepadanya dengan menjelma sebagai orang yang buruk rupa. Dan masih banyak hadits-hadits lain.

Adapun orang-orang mukmin, mereka akan mendapat kenikmatan di alam kubur seperti disebutkan dalam hadits Al Barra’ bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu tersebut pada bagian pertama.

Juga disebutkan –misalnya- dalam hadits Anas bin Malik yang dibawakan oleh Qatadah pada bagian pertama. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنََ الْعَبْدَ إِذَا وُضِعَ فِى قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ – وَإِنَّهُ لَسَمِيْعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ- أَتَاهُ مَلَكَانِ فَيُقْعِدَانِهِ فَيَقُوْلاَنِ : مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِي هَذَا الرَّجُلِ؟ لِمُحَمَّدٍ صلي الله عليه وسلم. فَأَمَّاالمُؤْمِنُ فَيَقُوْلَ : أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ. فَيُقَالُ: اُنْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنَ النَّارِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنَ الْجَنَّةِ، فَيَرَاهُمَا جَمِيْعًا.

Sesungguhnya, ketika seorang hamba sudah diletakkan di kuburnya, sedangkan para pengantarnya sudah pergi –dan ia pasti mendengar suara sandal-sandal mereka- datanglah kepadanya dua malaikat. Dua malaikat itu mendudukkan orang tersebut seraya bertanya: “Apa yang engkau katakan tentang orang ini?” Yakni tentang Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Adapun orang mukmin, akan menjawab: “Saya bersaksi bahwa ia adalah hamba dan utusan Allah.” Maka dikatakanlah kepada hamba mukmin tersebut: “Lihatlah tempat dudukmu yang dari Neraka, telah Allah gantikan untukmu dengan tempat duduk dari Surga”. Maka iapun melihat kedua-duanya[12]

Dan masih banyak hadits-hadits lainnya.

Jadi, nikmat atau siksa kubur merupakan perkara pasti. Tidak ada seorangpun yang boleh mengingkarinya. Baik Al Qur’an maupun hadits-hadits yang shahih telah menetapkannya. Atas dasar itu, para ulama Ahlu Sunnahpun telah menyepakati adanya.

BEBERAPA PERNYATAAN ULAMA TENTANG SIKSA KUBUR
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah! Sesungguhnya madzhab Salaf beserta para imamnya ialah, apabila seseorang telah meninggal dunia, maka ia berada dalam nikmat atau azab (kubur). Itu dirasakan oleh ruh dan jasadnya. Sesudah ruh berpisah dengan badan, maka ruh tetap mendapat nikmat atau azab. Tetapi kadang-kadang ruh berhubungan dengan badan, sehingga badan bisa merasakan nikmat atau azab bersama-sama dengan ruh (di alam kubur). Kemudian, apabila kelak terjadi hari Kiamat besar, ruh-ruh akan dikembalikan ke jasad masing-masing dan mereka akan bangkit dari kubur-kuburnya menuju Rabbul ‘alamin.”[13]

Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H.) berkata: Ketahuilah, sesungguhnya madzhab Ahlu Sunnah ialah menetapkan adanya azab kubur. Banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah yang menunjukkan hal demikian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

النَّارُ يُعْرَضُوْنَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا…الآية

Kepada mereka (Fir’aun dan kaumnya) dinampakkan neraka pada pagi dan petang” [Ghafir/40 : 45-46]

Juga banyak hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui riwayat sejumlah jama’ah sahabat yang menunjukkan hal itu di berbagai tempat. Menurut akalpun, tidak mustahil Allah mengembalikan kehidupan (hanya) pada sebagian jasad, kemudian Dia menyiksanya. Apabila akal tidak menolak kemungkinan itu, padahal sudah ada syari’at yang menjelaskannya, maka adanya azab kubur wajib diterima dan wajib diyakini. Imam Muslim di sini (di dalam Shahih Muslim) telah menyebutkan banyak hadits yang menetapkan adanya azab kubur.

Selanjutnya, (secara ringkas) Imam Nawawi berkata: Maksudnya, madzhab Ahlu Sunnah ialah menetapkan adanya azab kubur. Berbeda dengan prinsip Khawarij, sebagian besar Mu’tazilah dan sebagian Murji’ah. Mereka menolak adanya azab kubur.[14]

Imam Abu Ja’far Ath Thahawi Al Hanafi (wafat 321 H) juga berkata: (Dan kami beriman) dengan adanya azab kubur bagi orang yang layak mendapatkannya. Juga (beriman) dengan adanya pertanyaan Munkar dan Nakir di dalam kuburnya tentang Rabb, agama dan nabinya, sesuai dengan khabar-khabar yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum. Alam kubur adalah satu taman di antara taman-taman Surga, atau satu liang di antara liang-liang Neraka.[15]

Imam Ibnu Abi Al ‘Izz Al Hanafi rahimahullah (wafat 792 H) menjelaskan perkataan Imam Ath Thahawi di atas dengan memaparkan banyak dalil dari Al Qur’an maupun Sunnah, serta kesepakatan Ahlu Sunnah wal Jama’ah tentang adanya azab kubur.[16]

Karena itu, hendaknya manusia berhati-hati dalam mengarungi kehidupan dunia. Tiada keselamatan tanpa mentauhidkan Allah, tanpa taat kepadaNya dan taat kepada RasulNya. Tauhid perlu dijaga kemurniannya. Al Qur’an serta Sunnah (ajaran) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam harus dilaksanakan. Shalat fardhu harus dipelihara tepat waktu. Kejujuran wajib dijaga. Begitu pula segala ketaatan lain, baik lahir maupun batin. Bid’ah mesti disingkirkan. Perkataan keji, dusta, adu domba maupun ghibah (menyebar gossip) harus ditinggalkan. Perzinaan dengan segala rangkaian dan celahnya wajib dijauhi. Riba wajib dihindarkan. Begitu pula segala kemaksiatan lain.

Mari merenung, kita hanya mendamba kebahagiaan dan bukan derita di hari sesudah kematian kelak!

Wallahu Al Musta’an.

Referensi:

  1. Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Tashih wa tahqiq Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Cet. Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud Al Islamiyah, Riyadh, tanpa tahun.
  2. Shahih Muslim Syarh Nawawi, Tahqiq wa takhrij wa tarqim, Syaikh Khalil Ma’mun Syiha, Daar Al Ma’rifah, Beirut, Cet. III 1417 H/1996 M.
  3. Shahih Sunan Abi Dawud, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Maktabah Al Ma’arif, Cet. kedua dari cetakan yang baru tahun 1421 H/2000M.
  4. Shahih Sunan An Nasa-i, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Ma’arif, Cet. I dari cetakan yang baru tahun 1419 H/1998M.
  5. Majmu’ Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah.
  6. Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, Bayan Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Mu-assasah Ar Risalah. Cet. I, 1423 H/2002M.
  7. Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, karya Imam Al Qodhi Ali bin Ali bin Muhammad bin Abi Al ‘Izz Al Hanafi Ad Dimasyqi, Tahqiq, ta’liq dan takhrij Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki & Syu’aib Al Arna’uth, Mu-assasah Ar Risalah. Cet. II 1413 H/1993M.
  8. Ahkam Al Jana-iz wa Bida’uha, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Al Maktab Al Islami, Cet. IV 1406H/1986M.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] HR Al Bukhari, Kitab Al Jana-iz, bab Azab Al Qobri min Al Ghibah wa Al Baul, no. 1378. Juga bab Al Jaridah ‘Ala Al Qobri, no.1361 –Fathul Bari (III/232 dan 222-223) dan Muslim Kita bath-Thaharah, bab Ad Dalil ‘Ala Najasati Al Baul wa Wujub Al Istibra’ minhu Syarh Nawawi (III/191 no. 675).
[2] Lihat kisah selengkapnya dalam riwayat Imam Bukhari di Shahih-nya, Kitab At Ta’bir, bab Ta’bir Ar Ru’ya Ba’da Shalat Ash Shubhi, no. 7.048 – Fathul Bari (XII/438) dan seterusnya. Kisah itu juga dibawakan oleh Jarir bim Hazim z dalam Kitab Al Jana-iz, bab 93 no. 1386 – Fathul Bari (III/251-252).
[3] Lihat Shahih Bukhari bersama Fathul Bari (III/251-252 hadits no. 1386), Kitab Al Jana-iz, bab 93.
[4] Lihat Shahih Bukhari bersama Fathul Bari (III/251-252 hadits no. 1386), Kitab Al Jana-iz, bab 93.
[5] Lihat Shahih Bukhari bersama Fathul Bari (III/252 hadits no. 1386), Kitab Al Jana-iz, bab 93.
[6] Lihat Fathul Bari (XIII/233).
[7] Lihat Fathul Bari (XIII/233).
[8] Lihat Fathul Bari (XIII/233).
[9] Lihat Kitab Al Jana-iz, bab Maa Jaa-a Fi ‘Azaab Al Qobri wa Qaulihi Ta’ala (QS Al An’am : 93, At Taubah : 101, Ghafir : 45). Fathul Bari (III/231) dan seterusnya..
[10] HR Al Bukhari dalam Shahih-nya, no. 1374 penggalan kedua. Fathul Bari (III/231-232), Abu Dawud, Kitab As Sunnah, bab Fi Al Mas’alah Fi Al Qobri wa ‘Azab Al Qobri, no. 4751 penggalan kedua dan An Nasa-i, Kitab Al Jana-iz, bab Mas’alati Al Kafir, no. 2050 penggalan kedua
[11] Hadits shahih sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ahkam Al Jana-iz, hlm. 159, juga dalam Shahih Sunan Abi Dawud, Kitab As Sunnah, bab Fi Al Mas’alah Fi Al Qobri wa ‘Azab Al Qobri, no. 4753
[12] HR Al Bukhari dalam Shahih-nya, no. 1374 penggalan pertama; Fathul Bari (III/231-232); Muslim, Kitab Al Jannah wa Shifah Na’imiha wa Ahliha, bab ‘Ardhi Maq’adi Al Mayyit min Al Jannah au An Naar ‘Alaihi, no.7145; Abu Dawud, Kitab As Sunnah, bab Fi Al Mas’alah Fi Al Qobri wa ‘Azab Al Qobri, no. 4751; dan An Nasa-i, Kitab Al Jana-iz, bab Al Mas’alah Fi Al Qobri, no. 2049 serta bab Mas’alati Al Kafir, no. 2050.
[13] Majmu’ Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah (IV/284).
[14] Lihat Shahih Muslim Syarh Nawawi (XVII/197-198).
[15] Matan Al Aqidah Ath Thahawiyah, Bayan Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hlm. 25-26, no. 103 & 104.
[16] Lihat Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah. Tahqiq, ta’liq dan takhrij Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki & Syu’aib Al Arna’uth, hlm. 572 dan seterusnya


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/30181-derita-sesudah-mati-2.html